Asmat dan Masalah Gizi Buruknya
- serial diskusi WAG PERSI -
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi jatuhnya banyak korban di Asmat. Akses jalan yang sangat terbatas membuat wilayah ini terisolasi dan sulit dijangkau oleh pelayanan public, termasuk pelayanan kesehatan. Kondisi ini berlangsung sejak lama, namun belum terlihat ada upaya yang yang komprehensif dan jangka panjang untuk mengatasinya. Banyaknya korban gizi buruk yang mencuat awal tahun 2018 ini setidaknya telah membuka mata semua pihak bahwa gizi buruk di Asmat, dan juga masalah kesehatan lainnya, sudah sangat parah dan harus segera diatasi secara menyuluruh. Banyak usulan positif yang muncul untuk Asmat yang lebih baik. Dua diantaranya segera mengatasi gizi buruk di Asmat dan pemerintah pusat melakukan perbaikan serta percepatan pembangunan kesehatan di Papua. Tenaga kesehatan dan TNI yang saat ini ditugaskan mengemban tugas untuk menyelamatkan korban dan memperbaiki kualtias kesehatan yang ada saat ini.
Dalam diskusi Persian muncul pertanyaa, perlukan APBD dan APBN yang digunakan di Asmat dibedah, apakah sudah tepat dan cukup? Meskipun akhirnya media mencatat, Presiden Jokowi akan menambah dana untuk Asmat agar dapat memperbaiki kesehatan warga Asmat.
Presiden Joko Widodo menjelaskan kendala yang dialami oleh tim dan jajarannya yang turun ke lapangan untuk menyelesaikan persoalan wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Saat dimintai tanggapannya oleh para jurnalis mengenai kejadian luar biasa tersebut, ia mengatakan bahwa medan yang teramat berat menjadi kendala yang paling menyulitkan timnya untuk menjangkau lokasi dimaksud. Tiga wilayah yang dimaksud ialah Asmat, Agas, dan Nduga.
Salah satu pemikiran yang akan coba ditawarkan kepada pemerintah daerah ialah dengan merelokasi sejumlah penduduk yang ada di tempat terpencil dan tersebar ke kota sekitar yang relatif lebih mudah dijangkau serta dekat unit pelayanan kesehatan. Namun jika warga desa pindah ke kota, maka akan mengubah pola hidup dan keseharian mereka. Ternyata pemerintah setempat sudah menyatakan bahwa relokasi warga ini sulit dilakukan karena terkait hak ulayat dan tradisi. Untuk 2 faktor terakhir, bisa tetap diperhatikan sembari membangun infrastruktur yang memadai.
Relokasi warga ini juga mendapat tantangan yaitu warga desa yang kurang responsif terhadap inovasi baru. Namun mereka masih mungkin didekati oleh mereka yang memiliki keyakinan yang sama. Saat ini, mayoritas warga Asmat menganut agama Kristen dan Katholik. Maka, pemerintah dan organisasi profesi yang dapat digandeng ialah PELKESI dan PERDHAKI dalam mengatasi gizi buruk dan masalah kesehatan lainnya di Asmat. (Dirangkum oleh Tim PD-PERSI)