Hukum 82 - Tenaga Medis
Reportase : Dr. Roberia, S.H., M.H.
Judul tulisan ini dibuat ringkas untuk memudahkan penulisan. Hukum 82 yang dimaksud adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XIII/2015 yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU 36/2014) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (dapat dibaca konstitusi), yg diajukan oleh organisasi profesi dan lembaga negara di bidang kedokteran dan kedokteran gigi serta perorangan yg berprofesi dokter dan perorangan yg karyawan swasta.
Proses 1,5 Tahun
Hal utama yg penting diyakini secara teologi ialah bahwa terbitnya Hukum 82 merupakan kehendak Allah Yang Maha Kuasa melalui MK. Sejak permohonan uji materi atas UU a quo diajukan dg surat permohonan bertanggal 22 Juni 2015 dan tercatat dlm Buku Registrasi Perkara Konstitusi pd tgl 1 Juli 2015 hingga diputuskan dlm RPH pd tgl 16 Juni 2016 dan 14 November 2016 serta diucapkan dlm Sidang Pleno MK tgl 14 Desember 2016 maka telah lebih kurang 1,5 tahun waktu yg dibutuhkan untuk terbitnya kepastian hukum atas perkara konstitusi ini.
33-6 : 4 Pokok Soal
Terhadap Hukum 82 ini, dari 33 ketentuan yg diuji materi maka MK telah mengabulkan 6 ketentuan yg dinyatakan bertentangan dg konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meski hanya 6 ketentuan (jgn dibaca 6 pasal) yg dikabulkan namun terdapat substansial yg penting atau utama yg berdampak atau berkonsekuensi hukum yg sangat mendasar terhadap konstruksi hukum ketenagakesehatan atau hukum kesumberdayamanusiakesehatan.
Sebelum mengemukakan lebih lanjut urun pikir ini, perlu difokuskan dulu hal yg diurunpikirkan ini mengingat tidak sedikit kelompok persoalan yg menjadi masalah utama yg menjadi pertimbangan MK dalam memutuskan perkara konstitusi ini.
MK telah mengelompokkan persoalan yg menjadi masalah utama yg harus dipertimbangkan untuk diputuskan itu, yaitu dalam Paragraf [3.10] Pertimbangan Hukum 82 bahwa terdapat empat persoalan yg menjadi masalah utama yg harus dipertimbangkan untuk diputuskan uji materinya adalah (i) tenaga medis; (ii) uji kompetensi; (iii) pembentukan KTKI; dan (iv) pembubaran KKI.
Dengan demikian, untuk kesempatan ini, fokus urun pikir ini baru pada soal tenaga medis. Dan terhadap soal tenaga medis ini, terlebih dahulu dikemukakan tentang an honoured citizen.
An Honoured Citizen
Mengutip tulisan Michael Davies dalam Textbook on Medical Law (1996) yg menegaskan bahwa The medical practitioner in every culture has traditionally been an honoured citizen, in recognition of skill of the art of healing and of the mystique which surrounds the ability to cure ills maka secara ontologi dan teleologi hukum, atas terbitnya Hukum 82 ini, dan dg mendasarkan pada kutipan Davies tsb dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk menjamin atau melindungi dihadapan hukum bahwa tenaga medis merupakan an honoured citizen.
Hal pendapat ini dapat dipahami demikian dengan mencermati kalimat dalam Paragraf [3.12] Pertimbangan Hukum 82, menurut MK bahwa profesi kedokteran sebagai profesi dalam pelayanan kesehatan, dalam hal ini adalah dokter dan dokter gigi, dalam menjalankan tugas profesinya memerlukan dasar hukum yang sesuai dengan hakikat yang sesungguhnya dari profesi kedokteran itu sendiri. Dokter dan dokter gigi merupakan profesi yang mempunyai kedudukan yang khusus terkait dengan tubuh dan nyawa manusia, sehingga secara mandiri dokter dan dokter gigi dapat melakukan intervensi medis teknis dan intervensi bedah terhadap tubuh manusia yang tidak dimiliki oleh jenis tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan secara mandiri.
Tanpa mengurangi rasa hormat atas Hukum 82 ini maka bagaimanapun, secara epistemologi, Hukum 82 ini berdampak atau berkonsekuensi yg sangat mendasar terhadap kohesi tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Terhadap soal kohesi tenaga medis dan tenaga kesehatan ini maka terlebih dahulu dikemukakan historis-yuridis hubungan yg erat antara tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Kohesi 71 Tahun
Pertama kali sejak Indonesia Merdeka tahun 1945 maka pada tahun 1963 terbitlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (UU 6/1963). Dalam Pasal 2 UU 6/1963 telah secara jelas dan tegas dinyatakan bahwa dokter, dokter gigi, apoteker, sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan merupakan tenaga kesehatan. Dan meski pada tahun 1992 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU 23/1992), pengaturan mengenai jenis tenaga kesehatan diatur dg Peraturan Pemerintah (PP), namun tetap saja konstruksi hukum dg kohesi yg terintegrasi antara tenaga kesehatan dan tenaga medis masih meneruskan konstruksi UU 6/1963, yaitu bahwa tenaga medis merupakan salah satu jenis dari tenaga kesehatan. Konstruksi hukum dg kohesi yg terintegrasi seperti ini masih bertahan sampai dengan tgl 14 Desember 2016 pukul 10.26 WIB dg berdasarkan UU 36/2014. Namun dg Hukum 82 yg diputuskan MK dan selesai dibacakan dlm Sidang Pleno MK tgl 14 Desember 2016 pukul 10.27 WIB maka konstruksi hukum dg kohesi yg terintegrasi antara tenaga medis dan tenaga kesehatan yg dimaksudkan dlm Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 36/2014 usai sudah.
Hukum 82 bersifat final dan mengikat. Hukum 82 wajib dihormati dan ditaati. Artinya, meski 71 tahun sudah dijalani dengan paradigma hukum bahwa tenaga medis itu merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan namun dg Hukum 82 ini paradigma hukum itu wajib segera berubah. Dan kewajiban itu tentu menjadi tanggung jawab negara, terutama DPR dan Pemerintah untuk segera memikirkan konstruksi hukum yg baru atas kohesi yg baru pula antara tenaga medis dan.tenaga kesehatan.
Terhadap kewajiban ini tentu membutuhkan konsepsi-konsepsi baru yg solutif dari pemangku kepentingan terkait agar soal konstruksi hukum tenaga medis dan tenaga kesehatan segera terselesaikan.
Tidaklah begitu saja dapat dinyatakan bahwa UU yg ini harus berubah/diganti dan UU yg itu tidak harus berubah/tidak harus diganti. Langkah terbaik yg harus dilakukan segera adalah melakukan penelitian hukum, termasuk melakukan _regulatory impact analysis_nya secara komprehensif atas soal konstruksi hukum tenaga medis dan tenaga kesehatan atas terbitnya Hukum 82 ini.
Untuk sementara sampai disini dulu urun pikir ini... semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan waktu dan karuniaNYA untuk dapat berbagi atau urun pikir lebih lanjutnya.... apalagi mengingat masih ada lagi 3 hal utama atas Hukum 82 ini.
Salam kebaikan dan kemanfaatan selalu...
Ditulis di sela-sela waktu Konferensi Hukum Nasional
Jember, 16-17 Desember 2016
Semoga bermanfaat