Diskusi Panel Ke-VII INDO HCF: Peran Manajemen RS dan BPJS dalam Percepatan Verifikasi
Diskusi Panel INDO HCF Ketujuh digelar pada Jum'at (23/9/2016) pukul 14.00-17.00 Wib di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diskusi kali ini mengambil tema Peran Manajemen RS dan BPJS dalam Percepatan Verifikasi. Acara ini merupakan bentuk kontribusi INDO HCF yang bekerja sama dengan PERSI, IKKESINDO dan PKMK FK UGM (selaku penyelenggara webinar).
Dr. dr. CH Sujono, Dir RSCM Jakarta, banyak negara lain menanti bagaimana Indonesia menjalani proses JKN sejak 2014. Bagaimana verifikasi dapat mengimbangi kebutuhan SDM di RS. Pengalaman RSCM, dana klaim RSCM yaitu 300 M rupiah, hal ini terkait verifikasi kasus. Untuk beberapa kasus yang naik banding ke Dir. BPJS, perlu komunikasi yang intens. Dr. dr. Supriyantoro, Sp. P, MARS (Ketua INDO HCF dan IKKESINDO), kata kunci dalam verifikasi ialah kemitraan. Agenda INDO HCF: emergensi dan bencana (workshop dan awarding), JKN dan lain-lain.
Tidak ada beban untuk RS agar pelayanan tetap berjalan di RS. Dr. dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes, Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI menyatakan data BPJS berbeda dengan anggaran yang diberikan. Hal ini bersumber dari data yang digunakan tidak sama. Kemkes menggunakan data dari Depsos dan BPJS menggunakan data yang dikumpulkan BPJS sendiri. Harapan seluruh pihak ialah verifikasi klaim bisa dilakukan cepat, tepat dan transparan.
Mengapa verifikasi sulit dilakukan?
- Sistem informasi JKN yang terpartisi, CARE-SEP-SIMRS- Luar Paket INA CBG’s Sistem (LUPIS)-VERIFIKASI BPJS.
- Minim SDM di RS yang melakukan integrase dengan sistem JKN
- Entri data di tiga sistem di RS tanpa adanya bridging menyebabkan terlambatnya proses verifikasi dan entri data. Bridging klaim dan bridging kepastian klaim dibayarkan belum ada.
Target ke depan yang ingin diraih ialah sistem verifikasi terintegrasi. Solusinya sistem informasi JKN terintegrasi sehingga data terlihat dari proses pembuatan SEP-KLAIM-INA CBG's-VERIFIKASI BPJS
Jenis data yang selama ini diperlukan dalam klaim ialah rekam medis, biaya perawatan, expense data, clinical data (diagnose, prosedur, age, sex, birth date), billing data (room, kantong darah, alkes) provider characteristic data. Diperlukan koordinasi dan sosialisasi untuk intergrasi sistem informasi ini.
Diskusi:
Untuk pasien kemoterapi, banyak kendala klaim karena sistem IT, ada 750 juta yang tidak bisa diverifikasi karena terjadi perubahan system verifikasi. Perubahan sistem informasi ini sebaiknya duduk bersama, saat belum diterapkan- masa transisi, sambil melunasi klaim.
Andi Afdal Abdullah, Ketua MPKR, memaparkan perspektif BPJS dalam percepatan verifikasi. Masalah yang sering muncul dalam klaim ialah ketidakteraturan waktu, konten yang tidak lengkap, serta dispute. Sementara, masalah yang muncul dalam proses pengembalian berkas klaim: tidak terdokumentasi dengan baik, lama pengembalian klaim tidak pasti.
Penyebab dispute klaim yaitu perbedaan persepsi antara coder dan verifikator terhadap kaidah koding. Perbedaan persepsi terhadap penagihan tingkat layanan klaim, perbedaan persepsi terhadap kelengkapan berkas. 3C yang mempengaruhi verifikasi: Coder RS, Clinical RS, Corporation (manajemen RS). Sementara, biaya yang dibayarkan ke 1950 FKRTL sampai Agustus 2016, 36 T rupiah dan jumlah klaim dispute, 504 M rupiah (dari yang sudah dibayarkan). Harapannya terjadi e-claim tahun 2020-2021.
Di RS sendiri sudah ada internal verifikator yang melakukan verifikasi sesuai ketentuan BPJS sebelum dilakukan klaim. Sementara dokter melengkapi resume medis, coder menterjemahkan diagnosa menjadi kode ICD. Dua hal terpenting yang bisa disimpulkan ialah kita perlu memastikan akurasi premi dan pembiayaan serta melakukan peningkatan mutu layanan kepada peserta, mencegah fraud dalam klaim.
Diskusi
Verifikasi bukan percepatan saja yang dibutuhkan, namun juga perbaikan tarif. Saat ini biaya operasional naik dan nilai rupiah turun. Tarif yang saat ini ada, sudah tidak mencukupi. Faktanya bagaimana coding dari BPJS menghemat dan dari RS, bagaimana caranya supaya rugi tidak banyak?. Peserta diskusi kemudian juga menyarankan perlu laporan terbuka klaim yang sudah dibayar dan belum di media masa, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. BPJS menyatakan tim kendali mutu dan biaya pasti turun ke RS untuk melakukan cek ke internal RS. Para pembicara menegaskan tim IT Kemkes dan BPJS perlu duduk bersama untuk mencari solusi dalam klaim ini.
Kesimpulan
Untuk sistem yang berubah memang memerlukan waktu transisi dan pihak RS perlu melakukan pembinaan SDM-nya. Kemudian, untuk banyaknya perbedaan persepsi, seluruh pihak yang terkait harus duduk bersama. Sementara untuk klaim dispute (pending/tertunda), perlu segera didetailkan bagian yang layak dan tidak layak.
Selain poin-poin di atas, diperlukan komunikasi yang baik antara Kementrian Kesehatan, BPJS dan provider kesehatan dalam perumusan verifikasi klaim. Selain itu, asosiasi profesi seperti PERSI, ARSADA dan yang terkait dimohon dapat membantu advokasi terkait hal tersebut.
Dr. Daniel Wibowo selaku perumus hasil diskusi menambahkan kesimpulan yaitu terkait bridging system, siapa yang akan menjadi perumusnya? Selain itu, perlu ditetapkan Service Level Agreement (SLA) terkait klaim verifikasi untuk pembayarannya.
Pihak Dewas BPJS di akhir acara menegaskan, masyarakat diperbolehkan secara terbuka menyampaikan keluhan (jika ada) ke Dewas BPJS terkait layanan yang diberikan BPJS (Wid).