Atasi Defisit, BPJS Kesehatan Diminta Pertimbangkan Pelibatan Pemda untuk Pacu Upaya Preventif
Jakarta - BPJS Kesehatan diminta mempertimbangkan pola desentralisasi dalam sistem pembayaran klaim yang diajukan rumah sakit (RS) guna mengatasi defisit anggaran. Desentralisasi itu berupa pembagian beban dengan pemerintah daerah.
"Sehingga, pemerintah daerah akan mendapat pagu anggaran dari BPJS Kesehatan untuk membayar biaya pelayanan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jika jumlah pembayaran ternyata melampaui pagu yang ditetapkan, maka pemerintah daerah harus mencari cara untuk melunasinya," ujar Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Bambang Widianto di Kantor Wapres Jakarta, belum lama ini.
Bambang memaparkan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika mengupas pembagian beban BPJS Kesehatan yang saat ini mengalami defisit pembayaran.
"Sekarang kan sistemnya RS di daerah menagih ke pusat, baru dibayar. Jadi, bia dipertimbangkan, dana itu diberikan ke daerah, nanti kalau kurang, baru pemerintah daerah yang bayar," jelas Bambang.
Bambang memaparkan, defisit anggaran BPJS Kesehatan telah menyebabkan berbagai dampak, salah satunya penumpukan utang fasilitas kesehatan ke perusahaan penyedia obat-obatan. Dari total utang pembayaran obat Rp3,6 triliun untuk pelayanan peserta program jaminan kesehatan, baru Rp300 miliar yang dibayarkan fasilitas kesehatan kepada perusahaan obat. Itu pun baru dilakukan setelah BPJS Kesehatan mendapat suntikan dana dari Pemerintah sebesar Rp10 triliun pada akhir 2018. Jika kondisi ini dibiarkan, dikuatirkan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri farmasi.
Secara teknis, kata Bambang, terdapat sistem penghitungan, jumlah peserta program jaminan kesehatan di suatu daerah dengan besaran anggaran, sesuai nilai premi yang dibayarkan.
"Dengan begitu, pemerintah daerah akan termotivasi meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit guna menekan biaya pengobatan dan pelayanan kesehatan. Ada insentif untuk pemerintah daerah supaya melakukan upaya preventif. Sekarang ini tidak ada, sehingga daerah menggantungkan semua urusan BPJS Kesehatan ke pusat," ujar Bambang. (IZn - persi.or.id)