RS di Daerah Diupayakan Tetap Dapat Spesialis Walaupun WKDS Dihapus
Jakarta - Terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan terhadap pembatalan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), Kementrian Kesehatan akan mencari solusi agar pemerataan kebutuhan dokter spesialis di daerah tetap terlaksana.
"Pemerintah, mengeluarkan program WKDS tujuannya untuk pemerataan dokter spesialis agar tidak hanya berada di kota-kota besar, tapi ke seluruh daerah Indonesia yang membutuhkan. Dokter spesialis yang diwajibkan menjalani pengabdian adalah spesialis anak, spesialis penyakit dalam, spesialis bedah, spesialis anestesi, dan spesialis kebidanan," ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri mengatakan di Jakarta, belum lama ini.
Usman memaparkan, selama 2017 dan 2018, program WKDS telah mengirimkan 2.039 dokter spesialis di 631 rumah sakit di seluruh Indonesia.
Penggugat Ganis Irawan, mahasiswa kedokteran asal Aceh yang tengah menjalankan studi spesialisnya dan mendaftarkan uji materi pada 7 September 2018 dan pada 18 Desember 2018, beralasan WKDS bentuk kerja paksa dan melanggar hak asasi manusia.
Padahal, kata Usman, WKDS adalah upaya pemerintah melakukan pemerataan dokter spesialis yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah, khususnya daerah terpencil dan sangat kekurangan tenaga kesehatan. Namun, nyatanya MA mengabulkan gugatan tersebut.
Usman menjelaskan, mahasiswa kedokteran spesialis yang baru lulus dan ditempatkan di daerah selama satu tahun itu tetap mendapat insentif dari pemerintah pusat dan daerah. Jumlahnya bisa mencapai Rp50 juta per bulan, rumah dan mobil dinas.
"Kemenkes bersama ikatan profesi dan kolegium sepakat, program pemerataan dokter spesialis seperti yang telah dijalankan melalui WKDS harus tetap berlanjut. Kami tetap akan membuat regulasi yang mengatur bahwa dokter spesialis baru tetap akan dikirim ke daerah dengan memasukannya ke dalam program pendidikan spesialis yang dijalankan." (Izn - persi.or.id)