MA Batalkan Program WKDS, RS di Daerah Terpencil Terancam Kekurangan Spesialis
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan terhadap pembatalan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dikuatirkan akan mengganggu pemerataan kebutuhan dokter spesialis di daerah.
"Ini jelas akan mengganggu ketersediaan tenaga spesialis di RS-RS di punjuru nusantara," ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek saat menghadiri pelantikan Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, 9 Januari lalu.
Mengatasi hal itu, lanjut Nila, pemerintah akan berupaya mencari solusi, salah satunya dengan mengubah istilah dan regulasi. "Ini kan juga soal kemanusiaan, karena pekerjaan ini bukan cuma soal uang, tapi juga ada faktor kemanusiaan."
Gugatan terhadap Peraturan Presiden itu sendiri, diajukan Ganis Irawan, mahasiswa kedokteran asal Aceh yang menjalankan studi spesialisnya. Ia mendaftarkan uji materi pada 7 September 2018 dan pada 18 Desember 2018, MA mengabulkan gugatan tersebut.
Ganis beralasan, program WKDS untuk pemerataan dokter spesialis yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah, khususnya daerah terpencil dan sangat kekurangan tenaga kesehatan, dinilai melanggar hak asasi manusia. Ia bahkan menyebutnya sebagai kerja paksa.
Putusan MA ini membuat Ganis yang masih menjalani studi dokter spesialis di Universitas Syah Kuala Aceh tidak harus menjalankan program WKDS setelah lulus yaitu dikirim ke daerah selama satu tahun. Ia terbebas dari kewajiban mengabdi pada masyarakat yang kekurangan tenaga kesehatan. (IZn - persi.or.id)