Iuran JKN Seharusnya Sesuai Tingkatan Ekonomi Anggotanya
Jakarta - Sebagian pemangku kepentingan, termasuk eksekutif maupun legislatif masih belum memahami sistem kerja Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tantangan terbesar, JKN belum dipahami sebagai sistem asuransi publik dan masih banyak diperbandingkan dengan asuransi komersial.
"Ciri utama asuransi komersial, iuran yang dibayarkan pesertanya sesuai dengan risiko kesehatan yang dimilikinya, sementara asuransi sosial menggunakan prinsip gotong royong. Sehingga, iuran tanpa memandang risiko kesehatan yang dihadapi peserta, seperti yang terjadi pada JKN. Orang sakit harus diobati. Tentu orang lanjut usia 70 tahun, akan menggunakan biaya kesehatan lebih banyak daripada iurannya," tutur Tenaga Ahli Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Hasbullah Thabrany dalam diskusi Bergandengan Tangan Selamatkan Jaminan Kesehatan Nasional di jakarta, hari ini.
Diskusi itu diadakan Perkumpulan Prakarsa dan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Pusat Kajian Jaminan Sosial Pascasarjana (PKJS) Universitas Indonesia.
Selain Hasbullah, berbicara pula tim Kompartemen JKN Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Fajaruddin Sihombing, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief, Direktur Eksekutif Prakarsa AH Maftuchan dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Sigit Priohutomo.
"JKN menggunakan pembiayaan publik dengan prinsip gotong royong, sehingga seharusnya yang lebih kaya iuran lebih banyak. Yang lebih sakit harus dapat layanan kesehatan lebih banyak," ujar Hasbullah. (IZn - persi.or.id)