Kurangi Defisit BPJS Kesehatan, Penyakit Akibat Kerja Seharusnya Ditanggung BPJS Ketenagakerjaan
Jakarta - Penyakit yang dipicu aktivitas bekerja berpotensi menghabiskan pembiayaan fasilitas kesehatan sebesar Rp300 miliar dalam setahun. Gangguan kesehatan itu diantaranya, nyeri punggung, carpal tunnel syndrom atau sering terasa kaku dan kesemutan di tangan, asma, dermatitis, dan tuli akibat kebisingan.
Nyeri punggung bisa diakibatkan akibat terlalu lama duduk saat bekerja, carpal tunnel syndrom yang terkadang membuat nyeri di pergelangan tangan terjadi akibat penggunaan komputer. Sementara penyakit seperti asma, dermatitis yang menyebabkan luka di kulit, dan tuli karena kebisingan, lazim terjadi pada pekerja di lingkungan pabrik atau industri.
"Jika diakumulasikan selama empat tahun, pembiayaan penyakit akibat kerja bisa menumpuk jadi Rp1,2 triliun. Angka tersebut didapat dari jumlah peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan asumsi pembiayaan lima penyakit akibat kerja," kata Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M Iqbal, belum lama ini.
Secara regulasi, lanjut Iqbal, pembiayaan penyakit akibat kerja ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan melainkan BPJS Ketenagakerjaan. "Kondisi serupa juga terjadi pada kecelakan lalu lintas yang seharusnya dijamin oleh Jasa Raharja, bukan BPJS Kesehatan. Ini penting diluruskan untuk efisiensi biaya BPJS Kesehatan agar defisit terkendali."
Sehingga, BPJS Kesehatan akan berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengalihkan pembiayaan tersebut agar sesuai dengan tugas pokoknya (IZn - persi.or.id)