Atasi Limbah Medis, Surabaya Bentuk UPTD atau BUMD Khusus
Surabaya - Sebanyak 59 rumah sakit (RS) di Kota Surabaya, Jawa Timur, harus mengalokasikan Rp1 miliar setiap tahunnya untuk biaya pengelolaan limbah medis.
Anggaran itu dialokasikan untuk menggandeng pihak swasta yang melakukan penanganan limbah medis mulai dari proses pengiriman, hingga pengelolaan. Setiap harinya, limbah RS di Surabaya mencapai 8 ribu kilogram, sehingga dalam sebulanbisa mencapai sekitar 240 ribu kilogram.
"Kebutuhan pengolahan limbah medis di Surabaya sangat mendesak. Untuk itu, kami berencana membangun tempat pengelolaan, hanya saja, untuk membangunnya perlu dukungan dan persetujuan dari pemerintah pusat. Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mendukung rencana ini, namun prinsipnya harus sesuai dengan aturan pusat," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita, belum lama ini.
Sesuai arahan KLHK, lanjut Febria, pengelolaan limbah medis di Surabaya akan dilakukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Masalah limbah medis yang dialami Surabaya ini juga terjadi di kalangan perumahsakitan di Indonesia. Jumlah RS saat ini mencapai 2.800 lebih. Berdasarkan data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), hanya ada 98 RS yang memiliki izin pengolahan limbah medis menggunakan insinerator dan autoklaf. Sementara, jasa pengelolah limbah dari pihak swasta, hanya berjumlah enam.
Langkah Pemkot Surabaya itu, menurut Kepala Seksi Pengolahan Limbah B3 Kementerian LHK Sortawati Siregar, dinilai tepat dan akan didukung. Upaya itu dinilai akan menjadi solusi bagi jumlah limbah medis yang tidak seimbang dengan fasilitas pengolahannya. (IZN - persi.or.id)