Keppres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Segera Diteken, Defisit Capai Rp32,8 Triliun
Jakarta - Jika defisit keuangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tak segera terselesaikan, tunggakan klaim BPJS Kesehatan ke mitra rumah sakit (RS) akan semakin membengkak.
"Kami dikenakan denda sebesar 1% per bulan dari total klaim yang ditunggak kepada RS. Semakin kita berlarut-larut dalam persoalan ini, denda kian besar, jadi beban bagi negara," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, belum lama ini.
Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah masih melakukan pembenahan seluruh sistem JKN dan berbagai regulasinya sebelum keputusan kenaikan iuran benar-benar ditetapkan.
Fachmi menegaskan, pihaknya berharap penyelesaian defisit BPJS Kesehatan melalui penyesuaian iuran dan implementasi bauran kebijakan dapat direalisasikan lebih awal. Hingga akhir Agustus 2019, tunggakan klaim BPJS Kesehatan kepada RS mencapai Rp11 triliun dan diperkirakan semakin membengkak pada akhir September 2019, mengingat ada tambahan denda 1% dari total tunggakan klaim.
"Kami telah memberikan opsi pembiayaan talangan kepada pihak mitra RS melalui skema pinjaman bank di mitra lembaga keuangan BPJS Kesehatan. Terdapat 21 lembaga keuangan yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang bersedia memberikan dana pinjaman kepada RS demi kelangsungan operasional fasilitas kesehatan senilai Rp20 triliun."
Sejumlah mitra RS, kata Fachmi, telah memanfaatkan skema pinjaman tersebut dengan utilisasi mencapai Rp9 triliun. Namun, skema pinjaman bank tersebut hanyalah solusi jangka pendek.
"Sekarang saja, proyeksi defisit BPJS Kesehatan pada 2019 dari yang sebelumnya Rp28 triliun menjadi Rp32,8 triliun, dikarenakan sejumlah bauran kebijakan yang telah ditetapkan belum bisa dijalankan secara optimal."(IZn-persi.or.id)