Jika Iuran Naik Dua Kali Lipat, BPJS Kesehatan Surplus Pada 2021
Jakarta - Mengubah perilaku hidup sehat masyarakat, agar biaya pengobatan kuratif tak menyedot banyak dana, membutuhkan proses dan tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat.
"Apa yang dilakukan pemerintah dengan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga untuk mengubah pola hidup sehat masyarakat sudah pada jalur yang benar. Tapi, ini memerlukan waktu. Saat ini, kita akhirnya memang pada saat kritis seperti ini, apa yang harus kita ambil adalah terobosan," ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menanggapi membengkaknya potensi defisit BPJS Kesehatan.
Nila mengungkapkan hal itu usai rapat bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jakarta, Selasa (27/8).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, berdasarkan surat BPJS Kesehatan kepada Kementerian Keuangan, perkiraan defisit lembaga jaminan kesehatan sosial tersebut Rp28,3 triliun pada tahun 2019. Namun belakangan, BPJS Kesehatan merevisi proyeksi defisitnya pada 2019 menjadi Rp32,8 triliun.
Pemerintah melakukan rapat bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI di gedung DPR RI dengan agenda membahas mengenai tindak lanjut Hasil Audit dengan Tujuan Tertentu Dana Jaminan Sosial Kesehatan 2018 oleh BPKP. Selain dihadiri Menkeu dan Menkes, datang pula Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Ketua DJSN Achmad Choesni, serta perwakilan dari Kementerian Sosial, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kemenko PMK.
"Kondisi tersebut akan terus terjadi apabila iuran tetap sama, jumlah kepesertaan yang meningkat, dan manfaat yang diberikan pada peserta tetap sama. Artinya, makin banyaknya masyarakat Indonesia yang sakit," ujar Sri Mulyani. Ia memproyeksikan, BPJS Kesehatan akan mengalami surplus keuangan pada 2021 jika iuran dinaikkan dua kali lipat dari saat ini. (IZn-persi.or.id)