Sengkarut Pengelolaan Limbah Medis, Bikin Miris
JAKARTA – Industri rumah sakit tak henti-hentinya harus menghadapi tantangan. Di saat penyelenggaraan pelayanan kesehatan terus dipaksa untuk meningkat dan klaim BPJS Kesehatan kerap molor dibayar, sebuah rumah sakit masih harus menghadapi tuntutan serius terkait pengelolaan limbah medis.
Yang jadi masalah, hingga saat ini tak semua limbah medis tertangani secara baik. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada akhir 2018, total limbah medis yang dihasilkan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) per harinya mencapai 296,86 ton. Dari jumlah itu, hanya sekitar 168,8 ton yang mampu dikelola.
Artinya, 128,06 ton sisanya menumpuk dan menambah beban pengelolaan di hari berikutnya. Begitu seterusnya, hingga tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di sejumlah rumah sakit seringkali penuh dengan kantong-kantong limbah.
Belum terkelolanya limbah medis tidak terlepas dari minimnya alat pengelola limbah medis itu sendiri. Hingga 2018, total rumah sakit yang punya alat pembakaran limbah atau insinerator hanya 63 rumah sakit saja. Padahal jumlah rumah sakit di Indonesia tercatat sebanyak 2.820 unit. Ke-63 insinerator rumah sakit itu pun dikalkulasikan hanya mampu mengolah 68 ton limbah per hari.
Karena sebagian besar rumah sakit tidak punya insinerator, mereka kerap bekerja sama dengan pihak ketiga, yakni pengelola limbah medis yang mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, kehadiran pihak ketiga nyatanya juga belum mampu menyelesaikan pengelolaan limbah medis.
Musababnya, hingga saat ini baru ada enam perusahaan saja yang mendapat izin dari KLHK untuk mengelola limbah medis. Ditambah lagi keenam perusahaan itu hanya terkonsentrasi di titik tertentu alias tidak tersebar merata. Lima perusahaan berlokasi di Pulau Jawa, satu sisanya di Kalimantan.
Perusahaan-perusahaan yang dimaksud itu, yakni PT Jasa Medivest yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat (Jabar), PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS) di Karawang, Jabar dan PT Putera Restu Ibu Abadi (PT PRIA) di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim). Kemudian ada PT Wastec International di Cilegon, Banten, PT Pengelola Limbah Kutai Kartanegara (PT PLKK) di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), dan PT Arah Environmental Indonesia (PT AEI) atau disebut juga PT Arah di Solo, Jawa Tengah (Jateng).
Sarat Aturan
Salah satu perusahaan pihak ketiga, PT Arah menyebutkan, mengelola limbah medis di Tanah Air tidak mudah. Sebab untuk mengelola limbah, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus mengikuti aturan yang tertuang dalam regulasi.
Di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Peraturan Menteri LHK Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah di Fasyankes, dan Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Aturan-aturan tersebut tak hanya mengatur ketentuan pengelolaan, tetapi juga alat yang digunakan, termasuk seluruh perizinannya. Banyaknya perizinan itulah yang kerap menghambat fasyankes mengelola limbahnya sendiri.
“Untuk itu, banyak yang melakukan kerja sama dengan perusahaan pengelolaan limbah medis yang memiliki izin, seperti dengan PT Arah ini,” ungkap GM Marketing PT Arah, Nanik Tri Winarsih kepada Validnews, Jumat (1/3).
PT Arah sendiri berdiri sejak tahun 2008. Perusahaan yang berlokasi di Solo, Jateng, itu memiliki dua insinerator dengan kapasitas 12 ton per hari dan cold storage dengan kapasitas 48 ton. Mereka tak hanya melayani jasa pengolahan, tetapi juga pengangkutan limbah. Jika ditotal, sudah ada sekitar 1.800 pelanggan yang PT Arah tangani.
Khusus untuk fasyankes, PT Arah mengklaim telah menjalin kerja sama dengan beberapa rumah sakit dan sarana kesehatan di kota-kota besarbeserta cabang-cabangnya yang tersebar di pelbagai daerah.
“Jumlah limbah medis yang kami kelola setiap harinya sekitar 11 ton,” ungkap Nanik.
Ia mengklaim, kegiatan pengelolaan limbah medis yang dikerjakan PT Arah sesuai dengan standar pengendalian lingkungan hidup. Perusahaan ini bahkan menyebut tak sekedar mengangkut dan mengelola limbah medis saja, tetapi juga melakukan edukasi pada fasyankes pelanggan.
Kegiatan edukasi itu termasuk juga untuk membangun kesadaran memilah limbah medis sesuai standar di perusahaan pelanggan. Dengan demikian, limbah medis yang diambil PT Arah nantinya sudah terpilah-pilah sesuai jenisnya.
“Pelayanan kami komprehensif karena kami memberikan pelayanan mulai dari perencanaan, pengambilan, pengolahan, monitoring, pelatihan, konsultasi hingga layanan tambahan lainnya,” terangnya.
Masalah utama dari pengelolaan limbah medis selama ini diamatinya memang masih berkutat pada awareness atau kepekaan, baik terhadap kategori limbahnya maupun bahayanya bagi lingkungan. Biasanya ini terjadi pada sarana kesehatan skala kecil.
Sumber : www.validnews.id